Sabtu, 05 Juli 2014

Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak Menurut Islam

Dari Abu Hurairah ra, Nabi saw bersabda, "Sesungguhnya kewajiban orang tua dalam memenuhi hak anak itu ada tiga, yakni: pertama, memberi nama yang baik ketika lahir. Kedua, mendidiknya dengan al-Qur'an dan ketiga, mengawinkan ketika menginjak dewasa."

Memberi Nama yang Baik
Rasulullah saw diketahui telah memberi perhatian yang sangat besar terhadap masalah nama. Kapan saja beliau menjumpai nama yang tidak menarik (patut) dan tak berarti, beliau mengubahnya dan memilih beberapa nama yang pantas. Beliau mengubah macam-macam nama laki-laki dan perempuan. Seperti dalam hadits yang disampaikan oleh Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw biasa merubah nama-nama yang tidak baik. (HR. Tirmidzi)

Beliau sangat menyukai nama yang bagus. Bila memasuki kota yang baru, beliau menanyakan namanya. Bila nama kota itu buruk, digantinya dengan yang lebih baik. Beliau tidak membiarkan nama yang tak pantas dari sesuatu, seseorang, sebuah kota atau suatu daerah. Seseorang yang semula bernama Ashiyah (yang suka bermaksiat) diganti dengan Jamilah (cantik), Harb diganti dengan Salman (damai), Syi'bul Dhalalah (kelompok sesat) diganti dengan Syi'bul Huda (kelompok yang benar) dan Banu Mughawiyah (keturunan yang menipu) diganti dengan Banu Rusydi (keturunan yang mendapat petunjuk) dan sebagainya (HR. Abu Dawud dan ahli hadits lainAn-Nawawi, Al Azkar: 258)

Berkenaan dengan nama-nama yang bagus untuk anak, Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya kamu sekalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan nama-nama kamu sekalian, maka perbaguslah nama kalian." (HR.Abu Dawud)

Mendidik dengan Qur'an
Pada suatu kesempatan, Amirul Mukminin Umar bin Khaththab kehadiran seorang tamu lelaki yang mengadukan kenakalan anaknya, "Anakku ini sangat bandel." tuturnya kesal. Amirul Mukminin berkata, "Hai Fulan, apakah kamu tidak takut kepada Allah karena berani melawan ayahmu dan tidak memenuhi hak ayahmu?" Anak yang pintar ini menyela. "Hai Amirul Mukminin, apakah orang tua tidak punya kewajiban memenuhi hak anak?"
Umar ra menjawab, "Ada tiga, yakni: pertama, memilihkan ibu yang baik, jangan sampai kelak terhina akibat ibunya. Kedua, memilihkan nama yang baik. Ketiga, mendidik mereka dengan al-Qur'an."

Mendengar uraian dari Khalifah Umar ra anak tersebut menjawab, "Demi Allah, ayahku tidak memilihkan ibu yang baik bagiku, akupun diberi nama "Kelelawar Jantan", sedang dia juga mengabaikan pendidikan Islam padaku. Bahkan walau satu ayatpun aku tidak pernah diajari olehnya. Lalu Umar menoleh kepada ayahnya seraya berkata, "Kau telah berbuat durhaka kepada anakmu, sebelum ia berani kepadamu...."

Menikahkannya 
Bila sang buah hati telah memasuki usia siap nikah, maka nikahkanlah. Jangan biarkan mereka terus tersesat dalam belantara kemaksiatan. Do'akan dan dorong mereka untuk hidup berkeluarga, tak perlu menunggu memasuki usia senja. Bila muncul rasa khawatir tidak mendapat rezeki dan menanggung beban berat kelurga, Allah berjanji akan menutupinya seiring dengan usaha dan kerja keras yang dilakukannya, sebagaimana firman-Nya, "Kawinkanlah anak-anak kamu (yang belum kawin) dan orang-orang yang sudah waktunya kawin dari hamba-hambamu yang laki-laki ataupun yang perempuan. Jika mereka itu orang-orang yang tidak mampu, maka Allah akan memberikan kekayaan kepada mereka dari anugerah-Nya." (QS. An-Nur:32)

Keselamatan iman jauh lebih layak diutamakan daripada kekhawatiran-kekhawatiran yang sering menghantui kita. Rasulullah dalam hal ini bersabda, "Ada tiga perkara yang tidak boleh dilambatkan, yaitu: shalat, apabila tiba waktunya, jenazah apabila sudah datang dan ketiga, seorang perempuan apabila sudah memperoleh (jodohnya) yang cocok." (HR. Tirmidzi)
http://www.shodikin.20m.com/
Untuk kita renungkan .. 
Banyak diantara orang tua dalam mencari nafkah melalui cara-cara yang dimurkai Allah seperti mengambil hak orang lain, mencuri, manipulasi keuangan hingga korupsi. Diantara mereka dengan sadar mengucapkan kalimat tahmid, alhamdulillah, setelah mendapatkan riski dengan cara tersebut, meskipun mereka sadar bahwa mereka telah melakukan perbuatan dosa. Kemudian riski dari cara yang haram, sebagian mereka berikan kepada keluarganya dan sebagian mereka ambil untuk bersenang-senang. Bahkan sebagian besar dari mereka juga sadar jika uang tersebut adalah uang haram, karenanya mereka gunakan untuk pergi ke tempat-tempat maksiat. "Saya tak akan memberikan uang haram ini untuk anak istri, uang demit biarlah dimakan syaithon", kata mereka. 
Mereka lupa bahwa Allah tak bisa ditipu penglihatanNya, sebagian uang haram tersebut tercampur dengan riski yang halal, lalu dari uang campuran itu oleh istrinya dibelanjakan kebutuhan pokok seperti beras, minyak dan lainnya. Ibarat mesin kendaraan yang seharusnya diberi bahan bakar bensin murni, oleh pemiliknya dicampur dengan air raksa, maka lambat laun mesin itu akan rusak. Sama halnya dengan anak, jika diberi makanan campuran, maka lambat laun ia juga akan rusak seluruh badannya dan akhlaqnya. Lalu, pantaskah mereka mendambakan anak yang shalih/ shaliha yang kelak akan membahagiakan kehidupan mereka di hari tua dan di akhirat nanti ? 
Allah Maha Penerima Taubat, maka mari mulai sekarang membersihkan diri dari perilaku yang dimurkaiNya dan memohon ampunan atas dosa yang telah kita perbuat.

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *